#Sedikit Celoteh @adityaaryandi

Posts tagged “ilmu

Resensi : Saatnya Dunia Berubah! : Perjuangan diatas masalah kemanusiaan, birokrasi, dan ketidakadilan

Resensi Buku

Judul                            : Saatnya Dunia Berubah!

Penerbit                      : PT. Sulaksana Watinsa Indonesia    

Penulis                         : Siti Fadhilah Supari

Jumlah Halaman         : 182 hal, cetakan ke 3

Tahun Terbit               : 2007

 

Indonesia masih dijajah! Kita masih terjebak dengan segala regulasi yang berlaku dan kita tidak dapat mempertahankan kedaulatan utuh kita sebagai Negara Kesatuan. Ini bukan hanya tentang Indonesia, ini juga tentang kemanusiaan. Bukan tentang kesadaran, tapi penindasan Negara adikuasa!

Saatnya Dunia Berubah!

Berjangkitnya penyakit yang dicurigai sebagai efek dari virus Avian influenza atau flu burung sekitar tahun 2004-2006 merebak ditengah masyarakat yang kian lama kebingungan akan pandemik yang terjadi. Masalah ini berkembang semakin serius seiring belum ada teknologi di tanah air yang mampu secara langsung membasmi dan menghentikan efek dari penyakit ini.

Menghadapi penyakit ini, pemerintah di bawah Menteri Kesehatan Siti Fadhilah Supari, bertindak cepat dengan segera menyelenggarakan pemusatan investigasi lapangan dan laboratorium, serta perencanaan penanganan berbagai kasus. Menteri Kesehatan bertindak langsung sebagai ujung tombak keputusan selain menerima arahan langsung dari RI 1 kala itu. Mulai dari pengambilan skala prioritas penanganan, hingga berbagai halang dan rintang selama pelaksanaan pengambilan kebijakan, baik tingkat dalam negeri maupun tingkat luar negeri.

Seperti yang diketahui, bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang tergabung dalam jejaring pembangunan kesehatan oleh WHO (World Health Organization). Lebih khusus dalam penanganan beberapa kasus flu burung yang terjadi, sebagai contoh kasus di Vietnam, terdapat peraturan dimana Negara pandemik wajib mengirimkan seluruh sampel virus yang ada untuk diproses lebih lanjut oleh WHO Collaborating Center (WHO CC). Hal ini adalah bagian dari peraturan yang telah berlaku sejak 50 tahun yang lalu, yakni mekanisme Global Influenza Surveillance Network yang pada intinya menyatakan setiap Negara yang bergabung dan menjadi korban dari virus pandemik (termasuk Negara berkembang), secara tunduk wajib untuk menyerahkan sampel virus tanpa syarat kepada WHO CC dengan tindak lanjut analisis sampel, pengambilan kebijakan penanganan, dan pemberian penanganan sementara menggunakan vaksin yang sudah dikembangkan sebelumnya.

Namun, muncul pertanyaan kemudian setelah sekian lama regulasi itu berlangsung. Kemanakah larinya pengelolaan dari virus yang sudah diberikan dari Negara berkembang yang menjadi korban pandemik virus? Bagaimana dengan pengaturan benefit sharing  yang di laksanakan? Bagaimana dengan vaksin yang diproduksi di Negara yang maju dan kembali disebarkan atau “dijual” dengan harga yang berkali lipat pada Negara berkembang yang justru menjadi korban?

Inilah yang mengusik ketenangan dari Siti Fadhilah Supari. Mekanisme yang berlaku seolah tidak memberikan kesempatan dan kesetaraan antara Negara maju dan  Negara berkembang dalam hal mengembangkan penanganan kesehatan. Tentunya kita sebagai Bangsa Indonesia juga turut berterima kasih terhadap respon yang dilakukan oleh WHO, namun banyak terdapat kecacatan sistem dan celah-celah penyelewengan sistem, jika sistem yang ditetapkan dalam GISN sama sekali tidak dirubah. Hal ini berkembang menjadi ketidak transparanan sistem, yang lama kelamaan akan semakin membuat tertekan Negara yang masih dikategorikan Negara berkembang. Contohnya, ketika ternyata di Indonesia, strain virus yang ditemukan adalah strain yang berbeda dari yang sudah pernah ditemukan sebelumnya, dan diketahui virulensinya lebih ganas daripada jenis lain. Logika sederhana sistem biologinya adalah, ketika virulensi yang dihasilkan suatu virus semakin kuat, berarti ada kemungkinan pula untuk menghasilkan vaksin yang lebih kuat dari hasil rekayas virus tersebut. Sayangnya, Indonesia belum bisa penuh melakukan hal tersebut, namun sejatinya tetap dapat dilakukan. Hal ini dibuktkan dengan adanya kerjasama antara Departemen Kesehatan RI dengan Eijkman Institute for Molecular Biology (Institut Molekular Eijkman, di Jakarta) yang sudah dapat melakukan sequencing data dari identitas virus tersebut.

Beralih dari permasalah virus, ternyata permasalahan ini berkembang menjadi masalah yang kompleks. Dari segi birokrasi, berdasarkan pemaparan dari buku ini, Indonesia menjadi bagian yang dirugikan karena adanya mekanisme GISN. GISN yang berlaku saat ini belum dapat menguntungkan Negara – Negara yang masih dikategorikan berkembang untuk mendapatkan benefit sharing dari apa yang terjadi di Negara tersebut. Melainkan Negara maju dapat dengan mudah memannfaatkan sampel virus, dan pengelolaannya tidak diketahui. Salah satu kasus yang dicurigai merupakan bagian dari penyelewangan mekanisme ini adalah adanya strain virus Indonesia yang ditemukan di suatu instansi penelitian tertutup dibawah mekanisme birokrasi Departemen Pertahanan Amerika, yang menuai banyak kontroversi. Mekanisme non-transparan ini juga pada dasarnya menyalahi aturan internasional salah satunya adalah kesepakatan MTA (Material Transfer Agreement) yang mana memberikan kesempatan benefit sharing  bagi Negara pemilik sumberdaya, dan pengakuan hak cipta, serta royalti bagi Negara pemilik sumber daya.

Image

Ya. Ini masalah kemanusiaan diatas segala permasalahan birokrasi. Pun, ini adalah masalah kedaulatan suatu Negara yang memiliki potensi untuk berkembang namun lagi – lagi ditindas oleh adanya sistem dari Negara adikuasa. Pada tengah hingga akhir cerita pada bukunya ini mengambarkan proses perjuangan Siti Fadhilah Supari dalam mempertahankan eksistensi Indonesia, mempertahankan idealisme membela Negara, dan Negara – Negara lain yang serupa kondisinya melalui berbagai cara formal dan informal. Cara formal dan legal melalui serangkain konferensi tingkat tinggi antara Negara – Negara, hingga kongres besar yang dilaksanakan di Genewa untuk mengambil dan memperjuangkan hak – hak Negara berkembang terhadap ketidak adilan yang terjadi.

Buku yang merupakan tulisan langsung dari Siti Fadhilah Supari, yang saat itu  merupakan Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I periode 2004-2009 menjadi pembahasan menarik dan mengejutkan bagi seluruh orang yang memperhatikan. Mulai dari akademis, politisi, dan seluruh media massa, secara massif memberitakan apa yang terjadi dengan Siti Fadhilah Supari. Hal ini berkaitan dengan cerita fenomenal perjuangannya, serta nilai  apa yang bisa kita perjuangkan. Dari buku ini banyak pelajaran yang bisa dipetik bagi kalangan muda saat ini yang kebanyakan masih bersila tangan dan menikmati jalannya hidup yang tenang, dengan comfort zone nya saat ini. Selain itu, buku ini mengajarkan bahwa sejati sebagai bangsa kita harus bisa mempertahankan idealisme dan identitas siapa diri kita sebenarnya. Namun semata-mata bukan untuk memperjuangkan nilai – nilai yang salah dan tidak sepatutnya diperjuangkan, namun memperjuangkan hak – hak suara kebenaran kepermukaan. Sampai – sampai seperti dilansir di detik.news bahwa buku ini sudah tidak diperbolehkan terbit lagi dipasaran, karena vulgarnya pembahasan yang dilakukan.

Dari segi kepenulisan, buku ini dirancang sedemikian rupa yang mana menggambarkan bahasa langsung (bahasa sehari – hari) yang digunakan oleh penulisnya. Bahasa yang disampaikan mudah dimengerti oleh pembaca, dan dapat langsung pada topik yang diinginkan. Namun beberapa kekurangannya hanya terdapat dalam tata bahasa yang digunakan, terkadang terdapat kalimat-kalimat informal. Hal ini dikarenakan ada beberapa bagian yang ditulis secara gaya bahasa tulisan/catatan harian. 

 

Peresensi : R Aditya Aryandi